Perkembangan Emosi Anak

Emosi (Nurihsan, 2007:154) itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a stird up state) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya perilaku. Gejala-gejala seperti takut, cemas, marah, dongkol, iri, cemburu, senang, kasih sayang, simpati, dan sebagainya merupakan beberapa proses manifestasi dari keadaan emosional pada diri seseorang.

Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu: rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable, perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable). Yang mungkin dapat diubah dan dipengaruhi atau diperbaiki (oleh para pendidik dan guru) adalah variabel pertama dan ketiga (the stimulus-response variables), sedangkan variabel kedua tidak mungkin karena merupakan proses fisiologis yang terjadi pada organisme secara mekanis.

Selanjutnya ada dua dimensi emosional yang sangat penting diketahui para pendidik, terutama para guru, ialah: (1) senang tidak senang (pleasent-unpleasent) atau suka tidak suka (like-dislike), dan (2) intensitas dalam term kuat-lemah (strength-weakness) atau halus kasarnya atau dalam-dangkalnya emosi tersebut. Hal-hal itu penting karena dapat memberikan motivasi pengarahan dan integritas perilaku seseorang, di samping mungkin pula akan merupakan hambatan-hambatan yang bersifat fatal (ingat bentuk¬bentuk perilaku yang frustrasi).

Bridges (Loree, 1970 : 82) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosional pada anak-anak sebagai berikut.
  1. Pada saat dilahirkan setiap bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan-rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur).
  2. Dalam periode 3 bulan pertama ketidaksenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan (melalui penularan) dari emosi orang tuannya.
  3. Dalam masa 3-6 bulan pertama ketidaksenangan itu berdiferensiasi kedalam  kemarahan, kebencian, dan ketakutan.
  4. Sedangkan pada masa 9 -12 bulan pertama kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang.
  5. Pada usia 18 bulan pertama kecemburuan mulai didiferensiasikan dari ketidaksenangan tadi.
  6. Pada usia 2 tahun, kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan. 
  7. Mulai usia 5 tahun, ketidaksenangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa; sedangkan kesenangari berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih sayang.

Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya dimensi-dimensi tersebut di-reinforce¬ment secara conditioning melalui proses belajar. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau terdapat siswa-siswa yang membenci atau menyenangi guru atau bidang studi tertentu, bergantung pada kemampuan guru untuk menyelenggarakan conditioning dan reinforcement aspek-aspek emosional tersebut.
 itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks  Perkembangan Emosi Anak
Perkembangan emosi pada anak usia sekolah
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :

a. Pada bayi hingga 18 bulan
  1. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
  2. Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.
  3. Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut.
  4. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
b. 18 bulan sampai 3 tahun
  1. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
  2. Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
  3. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
c. Usia antara 3 sampai 5 tahun
  1. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
  2. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
d. Usia antara 5 sampai 12 tahun
  1. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
  2. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
  3. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
  4. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
LihatTutupKomentar