Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang muncul dari serviks (leher rahim). Kanker ini terjadi karena adanya pertumbuhan sel-sel secara abnormal sehingga memiliki kemampuan untuk menyerang atau menyebar ke bagian lain tubuh. Pada awalnya, gejala tidak terlihat. Gejala yang ada mungkin termasuk pendarahan vagina abnormal, nyeri panggul, atau rasa sakit selama melakukan hubungan seksual. Pendarahan setelah melakukan hubungan seksual mungkin dapat mengindikasikan adanya kanker serviks.
Human papilomavirus (HPV) menjadi penyebab lebih dari 90% kasus. Namun kebanyakan orang yang terinfeksi HPV tidak mengembangkan kanker serviks. Faktor yang menjadi risiko antara lain rokok, sistem kekebalan tubuh yang lemah, pil KB, melakukan hubungan seksual di usia muda, dan melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan. Kanker serviks biasanya berkembang dari prakanker selama lebih dari 10 sampai 20 tahun. Sekitar 90% dari kasus kanker serviks adalah karsinoma sel skuamosa, 10% adalah adenokarsinoma, dan sisanya yang lainnya. Diagnosis biasanya dilakukan dengan skrining serviks diikuti dengan biopsi. Pencitraan medis kemudian dilakukan untuk menentukan apakah kanker telah menyebar.
Bagian dari: 25 Penyakit pada Sistem Reproduksi Manusia
jaringan epitel, juga disebabkan oleh berbagai jenis HPV. Namun biasanya tidak berhubungan dengan kanker serviks. Infeksi HPV diyakini diperlukan agar kanker serviks terjadi.
2.2. Merokok
Perokok aktif maupun pasif memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker serviks. Pada wanita terinfeksi HPV yang merupakan perokok dan mantan perokok memiliki risiko dua sampai tiga kali lebih banyak terkena kanker invasif. Perokok pasif juga dapat meningkatkan risiko, namun dalam tingkat yang lebih rendah.
Merokok juga terkait dengan perkembangan kanker serviks. Merokok dapat meningkatkan risiko pada wanita dengan beberapa cara, baik secara langsung maupun tidak langsung merangsang kanker serviks. Cara langsung untuk merangsang kanker serviks pada perokok adalah meningkatkan kesempatan CIN3 muncul yang berpotensi membentuk kanker serviks. Ketika CIN3 menyebabkan kanker, kebanyakan tidak dibantu perkembangan kankernya oleh virus HPV. Perokok berat dan perokok jangka panjang memiliki risiko lebih tinggi memunculkan CIN3 dibandingkan perokok ringan atau tidak merokok sepenuhnya. Meskipun merokok dikaitkan dengan kanker serviks, merokok membantu perkembangan HPV yang menjadi penyebab utama kanker serviks.
2.3. Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral dalam jangka panjang berkaitan dengan peningkatan risiko terkena kanker serviks. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral selama 5 sampai 9 tahun memiliki risiko tiga kali terkena kanker invasif, sedangkan penggunaan diatas 10 tahun memiliki risiko sekitar empat kali.
2.4. Kehamilan Beberapa Kali
Memiliki banyak kehamilan berkaitan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Wanita terinfeksi HPV yang telah hamil sebanyak tujuh kali atau lebih memiliki sekitar empat kali risiko terkena kanker dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil, dan dua sampai tiga kali risiko terkena kanker pada wanita yang hamil sekali atau dua kali.
3. Diagnosa Kanker Serviks
3.1. Biopsi
Pap smear dapat digunakan untuk uji skrining, namun 50% gagal mendeteksi kanker serviks. Konfirmasi diagnosa kanker serviks atau pra kanker memerlukan biopsi pada serviks, seringkali melalui kolposkopi. Pemeriksaan perbesaran visual serviks yang dibantu dengan menggunakan larutan asam asetat encer (misalnya cuka) untuk menyoroti sel abnormal pada permukaan serviks. Perangkat medis yang digunakan untuk biopsi pada serviks yaitu punch forceps, SpiraBrush CX, SoftBiopsy, atau Soft-ECC. Penilaian kolposkopi dan perkiraan keparahan penyakit berdasarkan pemeriksaan visual merupakan bagian dari diagnosis.
Prosedur diagnosa dan penanganan lebih lanjut adalah loop electrical excision prosedur (LEEP) dan konisasi, dimana lapisan dalam leher rahim diangkat untuk diperiksa secara patologis. Prosedur tersebut dilakukan jika biopsi mengkonfirmasi adanya neoplasima intraepitelial parah pada serviks.
3.2. Lesi Pra Kanker Serviks
Neoplasia intraepitel serviks yang merupakan awal potensial kanker serviks, sering didiagnosis pada pemeriksaan biopsi serviks oleh seorang ahli patologi. Untuk perubahan displastik premaligna, gradasi neoplasia intraepitel serviks digunakan.
Penamaan dan klasifikasi histologi lesi prekursor karsinoma serviks telah berubah berulang kali sepanjang abad 20. Sistem klasifikasi WHO menjelaskan lesi dan menamainya displasia ringan, sedang, berat, atau inisial in situ. Istilah Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN) dikembangkan untuk memberi penekanan pada spektrum kelainan pada lesi ini dan untuk membantu standarisasi pengobatan. Terdapat beberapa klasifikasi displasia ringan sebagai CIN1, displasia sedang sebagai CIN2, dan displasia parah sebagai CIN3. Baru-baru ini, CIN2 dan CIN3 telah digabung menjadi CIN2/3. Hasil ini mungkin akan dilaporkan oleh seorang ahli patologi setelah biopsi.
Hal tersebut tidak boleh disalahartikan dengan sistem Bethesda untuk hasil pap smear (sitopatologi). Pada hasil Bethesda terdapat Lesi Intraepithelial Tingkat Rendah (LSIL) dan Lesi Intraepithelial Skuamosa Tingkat Tinggi (HSIL). LSIL mungkin sesuai dengan CIN1, dan HSIL mungkin sesuai dengan CIN2 dan CIN3, namun hasilnya berbeda dan hasil pap smear tidak sesuai dengan temuan histologis.
3.3. Sub Jenis Kanker Serviks
Subjenis histologis karsinoma serviks invasif meliputi:
- Karsinoma sel skuamosa (sekitar 80-85%)
- Adenokarsinoma (sekitar 15% dari penderita kanker serviks di Inggris)
- Adenoskuamosa karsinoma
- Karsinoma sel kecil
- Tumor neuroendokrin
- Villoglandular adenocarcinoma.
Keganasan non-karsinoma yang jarang terjadi pada serviks meliputi melanoma dan limfoma. Untuk kasus yang diobati dengan pembedahan, informasi yang diperoleh dari ahli patologi dapat digunakan untuk menentukan tahap patologis yang terpisah, namun tidak untuk menggantikan tahapan klinis.
3.4. Stadium Kanker Serviks
Stadium kanker serviks ditentukan berdasarkan sistem stadium Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO), yang didasari pemeriksaan klinis dibandingkan temuan bedah. Untuk menentukan stadium kanker serviks hanya dapat menggunakan beberapa tes diagnosa seperti palpasi, kolposkopi, endoserviks, kuretase, histeroskopi, sitoskopi, proktoskopi, urografi intravena, pemeriksaan sinar X pada paru-paru, dan konisasi serviks. Stadium kanker serviks mulai dari 1A, 1B, 2A, 2B, 3B, 4A, dan 4B
Kanker Serviks Stadium 1A
paru-paru.
4. Pencegahan Kanker Serviks
4.1. Skrining
Memeriksa serviks dengan Pap smear, untuk kanker serviks telah mengurangi angka kasus dan kematian karena kanker serviks di negara berkembang. Skrining pap smear setiap 3-5 tahun dengan tindak lanjut yang sesuai dapat mengurangi terjadinya kanker serviks hingga 80%. Hasil yang abnormal mungkin menunjukkan perubahan ke pra kanker yang harus diikuti dengan penilaian dan tindakan penanganan yang tepat. Pengobatan lesi tingkat rendah dapat mempengaruhi kesuburan dan kehamilan berikutnya. Kampanye pemerintah untuk mengajak perempuan melakukan skrining berhasil meningkatkan minat melakukan skrining.
Menurut pedoman Eropa 2010, usia melakukan skrining berkisar antara usia 20 sampai 30 tahun. Jauh lebih baik jika dilakukan sebelum usia 25 tahun. Di Amerika Serikat, skrining direkomendasikan mulai dari usia 21 tahun. Pap smear harus dilakukan setiap tiga tahun pada usia 21 dan 65 tahun. Untuk wanita berusia diatas 65 tahun, skrining bisa dihentikan jika tidak ada hasil skrining abnormal selama 10 tahun terakhir dan tidak ada riwayat CIN 2 atau lebih tinggi.
Pap smear tidak efektif di negara berkembang karena kebanyakan tidak memiliki infrastruktur kesehatan yang baik, sumber daya manusia yang melakukan pap smear masih sedikit dan kurang keterampilan, kurangnya pemahaman wanita sehingga seringkali tidak ditindaklanjuti, dan lamanya hasil skrining keluar.
4.2. Kontrasepsi
Penggunaan pelindung atau penggunaan gel spermatidal selama melakukan hubungan seksual dapat mengurangi risiko kanker. Kondom juga dapat melindungi dari infeksi HPV dan prekursor kanker serviks. Selain itu juga dapat melindungi dari HIV dan klamidia, yang sangat berisiko menimbulkan kanker.
Kondom juga berguna mengobati perubahan pra-kanker yang berpotensi menjadi kanker serviks. Paparan sperma dapat meningkatkan risiko perubahan prakanker menjadi CIN 3 dan kondom dapat mencegahnya dan membantu membersihkan HPV. Kandungan prostaglandin pada sperma dapat memicu pertumbuhan tumor serviks dan rahim.
4.3. Vaksinasi
Dua vaksin HPV (gardasil dan cervarix) dapat menurunkan risiko kanker atau perubahan pra kanker serviks sekitar 93%. Vaksin 92% sampai 100% efektif melawan HPV 16 dan 18 sampai dengan 8 tahun.
Vaksin HPV umumnya diberikan pada usia 9 sampai 26 tahun dan hanya efektif jika diberikan sebelum infeksi terjadi. Vaksin efektif selama 4 sampai 6 tahun. Namun, durasi efektivitas tidak diketahui. Tingginya biaya vaksin menjadi perhatian. Beberapa negara melakukan program pendanaan vaksinasi HPV.
4.4. Nutrisi
Vitamin A, vitamin B12, vitamin C, vitamin E, dan beta karoten dapat menurunkan risiko kanker serviks.
5. Penanganan dan Pengobatan Kanker Serviks
Pengobatan kanker serviks berbeda di seluruh dunia, bergantung pada akses ke ahli bedah yang ahli dalam operasi pelvis dan adanya “pengobatan alternatif” di negara berkembang. Karena kanker serviks tergolong radiosensitif, radiasi dapat digunakan di semua stadium apabila pilihan pembedahan tidak ada. Hasil bedah kemungkinan memiliki hasil yang lebih baik daripada pendekatan radiologi.
Kanker mikro invasif (stadium IA) dapat ditangani dengan histerektomi (pengangkatan seluruh rahim termasuk sebagian vagina). Untuk stadium IA2, kelenjar getah bening diangkat. Alternatifnya berupa biopsi kerucut (konisasi).
Bila biopsi kerucut tidak menghasilkan hasil yang jelas (temuan biopsi menunjukkan bahwa tumor dikelilingi oleh jaringan bebas kanker), pilihan pengobatan yang lebih mungkin bagi wanita yang ingin mempertahankan kesuburan mereka adalah dengan trakelektomi. Trakelektomi adalah pembedahan yang mencoba untuk menyingkirkan kanker dengan tetap menjaga ovarium dan rahim. Hasilnya lebih konservatif daripada histerektomi. Trakelektomi merupakan pilihan tepat bagi penderita kanker serviks stadium I yang belum menyebar. Namun, hal tersebut belum dianggap sebagai standar penanganan, karena hanya sedikit dokter yang ahli dalam prosedur ini. Bahkan ahli bedah paling berpengalaman pun tidak dapat menjamin bahwa trakelektomi dapat dilakukan setelah pemeriksaan mikroskopis, karena tidak diketahui sejauh mana kanker telah menyebar. Jika ahli bedah secara mikroskopis tidak dapat mengkonfirmasi batas yang jelas dari jaringan serviks setelah wanita tersebut berada dalam anestesi umum di ruang operasi, diperlukan histerektomi. Histerektomi hanya dilakukan jika wanita tersebut telah memberikan persetujuan sebelumnya. Karena kemungkinan risiko kanker menyebar ke kelenjar getah bening pada kanker stadium 1B dan beberapa stadium 1A, ahli bedah mungkin juga perlu mengangkat sebagian kelenjar getah bening di sekitar rahim untuk evaluasi patologi.
Trakelektomi dapat dilakukan melalui perut atau vagina, dan masih terjadi perdebatan dari mana yang paling baik. Trakelektomi abdomen biasanya hanya memerlukan rawat inap di rumah sakit selama dua sampai tiga hari, dan kebanyakan wanita pulih dengan sangat cepat (sekitar enam minggu). Komplikasi jarang terjadi, namun wanita yang mampu mengandung setelah operasi rentan terhadap persalinan prematur dan kemungkinan keguguran. Dianjurkan menunggu minimal satu tahun setelah operasi sebelum mencoba untuk hamil. Kekambuhan pada serviks sangat jarang terjadi jika kanker telah dibersihkan dengan trakelektomi. Namun, wanita dianjurkan untuk melakukan pencegahan dan perawatan tindak lanjut termasuk pap smear dan biopsi pada sisa segmen rahim setiap 3-4 bulan setidaknya selama 5 tahun untuk memantau kekambuhan dan meminimalkan terkena HPV melalui hubungan seksual.
Kanker serviks stadium IB1 dan IIA kurang dari 4cm dapat ditangani dengan histerektomi dengan menghilangkan kelenjar getah bening atau terapi radiasi. Untuk stadium IB2 dan IIA lebih dari 4cm mungkin dapat ditangani dengan terapi radiasi dan kemoterapi cisplatin, atau histerektomi. Kanker serviks stadium IIB dan IVA ditangani dengan terapi radiasi dan kemoterapi cisplatin. Untuk kanker serviks stadium akhir (IVB) ditangani dengan kemoterapi kombinasi hycamtin dan cisplatin dengan efek samping peningkatan risiko neutropenia, anemia, dan trombositopenia.
6. Komplikasi Kanker Serviks
Komplikasi kanker serviks dapat terjadi sebagai efek samping pengobatan atau sebagai akibat kanker serviks lanjutan.
6.1. Efek Samping
Menopause Awal
Jika ovarium dibedah atau rusak selama pengobatan dengan radioterapi, maka akan memicu menopause awal. Secara normal, wanita akan mengalami menopause di usia lima puluh tahunan. Menopause terjadi ketika ovarium berhenti memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
Penyempitan Vagina
Radioterapi untuk mengobati kanker serviks seringkali menyebabkan vagina menyempit yang dapat akan menyakitkan atau menyulitkan saat melakukan hubungan seksual.
Limfedema
Jika kelenjar getah bening pada panggul diangkat, terkadang dapat mengganggu fungsi sistem limfatik. Salah satu fungsi sistem limfatik adalah menguras kelebihan cairan tubuh. Apabila fungsi ini terganggu maka dapat terjadi penumpukan cairan dalam jaringan yang dikenal sebagai limfedema. Lemfedema menyebabkan bagian-bagian tertentu menjadi bengkak, umumnya kaki.
6.2. Komplikasi pada Kanker Serviks Lanjutan
Rasa Sakit
Jika kanker menyebar ke tulang, ujung saraf atau otot, seringkali menyebabkan sakit parah. Obat penghilang sakit seperti parasetamol dan ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Gagal Ginjal
Dalam beberapa kasus kanker serviks, kanker dapat menekan ureter sehingga menghalangi aliran urine dari ginjal. Hal tersebut menyebabkan ginjal membengkak dan bahkan dapat menghilangkan sebagian atau semua fungsi ginjal.
Darah Menggumpal
Seperti halnya dengan kanker lain, kanker serviks juga dapat membuat darah menjadi “lengket” dan lebih rentan membeku. Kanker dapat menekan vena di panggul, yang dapat memperlambat aliran darah sehingga terjadi pembekuan darah di kaki.
Pendarahan
Jika kanker menyebar ke dalam vagina, kandung kemih, atau usus, maka dapat mengakibatkan kerusakan yang signifikan sehingga terjadi pendarahan. Pendarahan dapat terjadi di dalam vagina atau rektum.
Serta komplikasi lain adalah fistula dan keputihan. Namun biasanya jarang terjadi.
7. Prognosis Kanker Serviks
Prognosis bergantung pada stadium kanker. Kemungkinan tingkat kelangsungan hidup sekitar 100% pada wanita dengan kanker serviks berukuran mikroskopis. Dengan pengobatan, tingkat kelangsungan hidup lima tahun untuk tahap awal kanker serviks adalah 92%.
Dengan pengobatan, 80-90% wanita dengan kanker serviks stadium I dan 60-75% wanita dengan kanker serviks stadium II hidup lima tahun setelah diagnosis. Tingkat kelangsungan hidup menurun menjadi 30-40% untuk wanita dengan kanker stadium III dan 15% atau kurang bagi yang menderita kanker stadium IV. Kelangsungan hidup membaik saat radioterapi dikombinasikan dengan kemoterapi berbasis cisplatin.
Seiring kanker menyebar ke bagian lain tubuh, prognosis turun drastis karena pengobatan lesi lokal umumnya lebih efektif daripada perawatan seluruh tubuh seperti kemoterapi.
Evaluasi setelah terapi sangat penting. Kanker serviks yang terdeteksi pada tahap awal mungkin berhasil diobati dengan operasi, radiasi, kemoterapi, atau kombinasi ketiganya. Sekitar 35% wanita dengan kanker serviks invasif memiliki penyakit berulang setelah perawatan. Rata-rata potensi hidup yang hilang akibat kanker serviks adalah 25,3 tahun.
Skrining rutin berarti perubahan pra kanker dan kanker serviks stadium awal telah terdeteksi dan diobati lebih awal. Skrining serviks menyelamatkan 5.000 orang setiap tahun di Inggris dari kanker serviks.
8. Epidemiologi Kanker Serviks
Di seluruh dunia, kanker serviks adalah kanker paling umum keempat. Pada tahun 2012, diperkirakan terjadi 528.000 kasus kanker serviks dengan 266.000 kematian. Pada wanita, kanker serviks adalah kanker umum nomor dua setelah kanker payudara yakni sekitar 8% dari total kasus kanker. Sekitar 80% kanker serviks terjadi di negara berkembang.
Anda bisa request artikel apa saja melalui atau langsung saja lewat komentar dibawah :)